Nama :Siti Khayati
Npm :1116011068
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami
perubahan-perubahan, yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti
kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun
yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, tetapi ada
juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan
oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada
suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat pada
waktu yang lampau. Seseorang yang tidak sempat menelaah susunan dan kehidupan
masyarakat desa di Indonesia misalnya akan berpendapat bahwa masyarakat
tersebut statis, tidak maju, dan tidak berubah. Pernyataan demikian didasarkan
pada pandangan sepintas yang tentu saja kurang mendalam dan kurang teliti
karena tidak ada suatu masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu
sepanjang masa. Orang-orang desa sudah mengenal perdagangan, alat transportasi
modern, bahkan dapat mengikuti berita-berita mengenai daerah lain melalui
radio, televisi, dan sebagainya yang kesemuanya belum dikenal sebelumnya.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai
nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan
lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia
dewasa ini merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat
ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Penemuan-penemuan
baru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat dengan cepat dapat
diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman
dahulu. Namun, dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat
cepatnya sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya, yang sering
berjalan konstan. Perubahan memang terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi,
karena sifatnya yang berantai, perubahan terlihat berlangsung terus, walau
diselingi keadaan di mana masyarakat mengadakan reorganisasi unsur-unsur
struktur masyarakat yang terkena perubahan.
1. 2. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah definisi perubahan sosial?
2. Bagaimanakah aspek-aspek perubahan sosial pada
masyarakat desa?
3. Bagaimanakah pengertian mengenai pembangunan
masyarakat desa?
1. 3. Tujuan
1. Mengetahui definisi perubahan social secara umum dan
pada masyarakat desa.
2. Mengetahui aspek-aspek perubahan sosial pada masyarakat
desa.
3. Mengetahui pembangunan masyarakat desa.s
I. 4. Manfaat
1. Memahami definisi perubahan social secara umum dan
pada masyarakat desa.
2. memahami mengenai aspek-aspek perubahan sosial pada
masyarakat desa.
3. Memahami pembangunan masyarakat desa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perubahan
Sosial
2.1.1. Definisi
Perubahan Sosial
Banyak
pengertian yang menjelaskan tentang bagaimana perubahan sosial tersebut terjadi
dalam masyarakat. Hal demikian disebabkan karena tiap-tiap masyarakat mempunyai
kondisi lingkungan sosial budaya dan alam yang berbeda. Beberapa ahli sosiologi pun mengartikan perubahan sosial berbeda-beda
menurut pandangannya masing-masing. Berikut adalah beberapa pengertian dari
perubahan sosial menurut para ahli.
a. John Lewis Gillin
and John Philip Gillin
Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin
perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang diterima, yang
disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideology, maupun karena adanya difusi dan penemuan baru
dalam masyarakat tersebut.
b. Max Weber
Berpendapat bahwa perubahan sosial
budaya adalah perubahan situasi dalam masyarakat sebagai akibat adanya
ketidaksesuaian unsur-unsur (dalam buku Sociological Writings).
c. W. Kornblum
Berpendapat bahwa perubahan sosial
budaya adalah perubahan suatu budaya masyarakat secara bertahap dalam jangka
waktu lama (dalam buku Sociology in Changing World).
d. Selo
Soemardjan
Selo Soemardjan mengatakan bahwa
perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya. Termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat tersebut.
e. Robert H.
Leuser
Robert mengatakan bahwa perubahan
sosial sebagai perubahan dalam segi fenomena sosial di berbagai tingkat
kehidupan manusia, mulai dari tingkat individu orang-perorangan sampai tingkat
dunia.
f. Kingsley
Davis
Davis mengartikan perubahan sosial
adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
g. Robert Mac
Iver
Dalam bukunya “A Textbook of
Society” ia mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam
hubungan-hubungan sosial (social relationship) atau perubahan terhadap
keseimbangan hubungan sosial.
h. William F.
Ogburn
William menyatakan bahwa perubahan
sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material atau non material.
Dari
beberapa pengertian diatas, perubahan sosial dapat disimpulkan bahwa perubahan
sosial adalah perubahan yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian diantara
unsur-unsur yang saling berbeda yang ada dalam kehidupan sosial sehingga
menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat
yang bersangkutan.
2.1.2. Karakteristik
Perubahan Sosial
Dengan
memahami definisi perubahan sosial dan budaya di atas, maka suatu perubahan
dikatakan sebagai perubahan sosial budaya apabila memiliki karakteristik
sebagai berikut.
1. Tidak ada
masyarakat yang perkembangannya berhenti karena setiapmasyarakat mengalami
perubahan secara cepat ataupun lambat.
2. Perubahan yang terjadi pada
lembaga kemasyarakatan akan diikuti
perubahan
pada lembaga sosial yang ada.
3. Perubahan
yang berlangsung cepat biasanya akan mengakibatkan kekacauan sementara karena
orang akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.
4. Perubahan
tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau spiritual saja karena keduanya
saling berkaitan.
2.1.3. Sebab-sebab
Perubahan Sosial
Menurut
Prof. Soerjono Soekamto ada dua penyebab terjadinya perubahan sosial yaitu
perubahan yang disebabkan oleh masyarakat itu sendiri (intern) dan dari luar
(ekstern).
1. Sebab
Intern
Merupakan
sebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain:
· Dinamika
penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk di suatu desa.
Pertambahan penduduk akan menyebabkan perubahan pada tempat tinggal. Tempat
tinggal yang semula terpusat pada lingkungan kerabat akan berubah atau
terpancar karena faktor pekerjaan. Berkurangnya penduduk pedesan juga akan
menyebabkan perubahan sosial
budaya. Contoh perubahan penduduk adalah program urbanisasi dan TKI.
· Adanya
penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang
bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan
dari bentuk penemuan lama (invention).
· Munculnya
berbagai bentuk pertentangan (conflict) dalam masyarakat.
2. Sebab
Ekstern
Merupakan
sebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain:
· Adanya
pengaruh bencana alam.
Kondisi ini
terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah
kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang baru,
maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan lingkungan yang
baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan pada
struktur dan pola kelembagaannya.
· Adanya
peperangan.
Peristiwa
peperangan, baik perang saudara maupun perang antar negara dapat menyebabkan
perubahan, karena pihak yang menang biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan
kebudayaannya kepada pihak yang kalah.
· Adanya
pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Bertemunya
dua kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu
kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect.
Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut cultural animosity.
Jika suatu kebudayaan
mempunyai
taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain, maka akan muncul proses imitasi
yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat bergeser atau diganti oleh
unsur-unsur kebudayaan baru tersebut.
2.1.4. Bentuk-bentuk
Perubahan Sosial
Perubahan
adalah
sebuah kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan itu bisa berupa kemajuan
maupun kemunduran.
Ø Bila dilihat
dari sisi maju dan mundurnya, maka bentuk perubahan sosial dapat dibedakan
menjadi:
1. Perubahan sebagai suatu kemajuan (progress)
Perubahan
sebagai suatu kemajuan merupakan perubahan yang memberi dan membawa kemajuan
pada masyarakat. Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa
memberikan keuntungan dan berbagai kemudahan pada manusia. Perubahan kondisi
masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi yang masih sederhana,
menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan teknologi yang memberikan
berbagai kemudahan merupakan sebuah perkembangan dan pembangunan yang membawa
kemajuan. Jadi, pembangunan dalam masyarakat merupakan bentuk perubahan ke arah
kemajuan (progress).
Perubahan
dalam arti progress misalnya listrik masuk desa, penemuan alat-alat
transportasi, dan penemuan alat-alat komunikasi. Masuknya jaringan listrik
membuat kebutuhan manusia akan penerangan terpenuhi; penggunaan alat-alat
elektronik meringankan pekerjaan dan memudahkan manusia memperoleh hiburan dan
informasi; penemuan alat-alat transportasi memudahkan dan mempercepat mobilitas
manusia proses pengangkutan; dan penemuan alat-alat komunikasi modern seperti
telepon dan internet, memperlancar komunikasi jarak jauh.
2. Perubahan sebagai suatu kemunduran (regress)
Tidak semua
perubahan yang tujuannya ke arah kemajuan selalu berjalan sesuai rencana.
Terkadang dampak negatif yang tidak direncanakan pun muncul dan bisa
menimbulkan masalah baru. Jika perubahan itu ternyata tidak menguntungkan bagi
masyarakat, maka perubahan itu dianggap sebagai sebuah kemunduran.
Misalnya,
penggunaan HP sebagai alat komunikasi. HP telah memberikan kemudahan dalam
komunikasi manusia, karena meskipun dalam jarak jauh pun masih bisa komunikasi
langsung dengan telepon atau SMS. Disatu sisi HP telah mempermudah dan
mempersingkat jarak, tetapi disisi lain telah mengurangi komunikasi fisik dan
sosialisasi secara langsung. Sehingga teknologi telah menimbulkan dampak
berkurangnya kontak langsung dan sosialisasi antar manusia atai individu.
Ø Jika dilihat
dari proses berlangsungnya, menurut Soerjono Soekamto perubahan dapat dibedakan
menjadi Evolusi dan Revolusi (perubahan lambat dan perubahan cepat).
1. Evolusi
Evolusi
adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu
yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang
bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi
perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial
terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri
terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu
tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat
meramu.
2. Revolusi
Revolusi,
yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi
diawali oleh munculnya konflik atau ketegangan dalam masyarakat,
ketegangan-ketegangan tersebut sulit dihindari bahkan semakin berkembang dan
tidak dapat dikendalikan. Terjadinya proses revolusi memerlukan persyaratan
tertentu, antara lain:
a. Ada
keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b. Adanya
pemimpin/kelompok yang mampu memimpin masyarakat tersebut.
c. Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan
revolusi.
d. Harus ada
tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
e. Kemampuan
pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa tidak puas
masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan program dan
arah gerakan revolusi.
Contoh perubahan secara revolusi
adalah peristiwa reformasi (runtuhnya rezim Soeharto), peristiwa Tsunami di
Aceh, semburan lumpur Lapindo (Sidoarjo).
Ø Jika dilihat
dari ruang lingkupnya, perubahan sosial dibagi menjadi dua, yaitu perubahan
social yang berpengaruh besar dan perubahan sosial yang berpengaruh kecil.
Perubahan
kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh
perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.
2. Perubahan besar
Perubahan
besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang
membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh
perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi
pola kehidupan masyarakat.
Ø Jika dilihat
dari keadaannya, perubahan sosial dibagi menjadi dua yaitu, perubahan yang
Direncanakan dan Tidak Direncanakan.
1. Perubahan
yang dikehendaki atau direncanakan
Perubahan
yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah
diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak
melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of
change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial. Contoh perubahan yang dikehendaki
adalah pelaksanaan pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya
perubahan tata pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi.
2. Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang
tidak direncanakan
Perubahan
yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan
yang terjadi
di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan. Contoh perubahan yang tidak
dikehendaki atau tidak direncanakan adalah munculnya berbagai peristiwa
kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan
tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.
2.1.5. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perubahan Sosial Budaya
Terjadinya
sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan
tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga
mendukung perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak
berjalan sesuai yang diharapkan.
Ø Faktor
pendorong perubahan Sosial
Faktor
pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut
Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya
perubahan sosial, yaitu:
1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan
lain.
2. Sistem pendidikan formal yang maju
3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk
maju.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang
menyimpang.
5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
6. Penduduk yang heterogen.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang
tertentu
8. Orientasi ke masa depan
9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk
perbaikan hidup.
Ø Faktor
penghambat perubahan
Banyak faktor
yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, ada delapan
buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Kurangnya
hubungan dengan masyarakat lain.
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap masyarakat
yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.
4. Adanya
kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat
(vestedinterest).
5. Rasa
takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan perubahan
pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.
6. Prasangka
terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
7.
Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat dan
kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.
2.2. Aspek-Aspek Perubahan Sosial Pada Masyarakat Desa
2.2.1 Perubahan-perubahan
Khusus
Disini yang
dimaksud dengan aspek-aspek perubahan yaitu menyangkut tentang perubahan khusus
dalam masyarakat desa yang diperkirakan penting untuk memahami kehidupan
masyarakat desa. Hal ini dapat memperdalam pemahaman tentang dinamika kehidupan
desa.
a) Urbanisasi
dan Perkembangan Masyarakat Desa
Urbanisasi,
terlebih dalam artinya sebagai proses pengotaan, adalah suatu bentuk khusus
modernisasi. Dengan kata lain, konsep modernisasi yang sangat luas cakupan
pengertiannya itu mendapatkan bentuknya yang khusus di pedesaan dalam konsep
urbanisasi. Sebagaimana diketahui urbanisasi adalah proses pengotaan (proses
mengotanya suatu desa), proporsi penduduk yang tinggal di desa dan di kota, dan
perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanward migration).
Urbanisasi dalam arti proses pengkotaan hakekatnya menggambarkan proses
perubahan dari suatu wilayah dengan masyarakatnya yang semula adalah desa
atau bersifat pedesaan kemudian berubah dan berkembang menjadi kota atau bersifat
kekotaan. Dalam kenyataannya secara umum
desa memang selalu mengalami perubahan
dan perkembangan. Cepat-lambatnya atau besar-kecilnya perubahan dan perkembangan yang terjadi tergantung pada
banyak faktor, antara lain
tergantung- kepada potensi wilayah yang bersangkutan. Perubahan itu secara umum cenderung mengarah ke
sifat-sifat perkotaan. Namun, tidak
semua perubahan dan perkembangan yang terjadi
di desa itu dapat disimpulkan sebagai proses pengkotaan (proses
perubahan desa menjadi kota). Proses perubahan itu seringkali hanya merupakan proses perubahan biasa saja, yang
hakekatnya secara umum terjadi di
semua kelompok masyarakat. Menurut Roland L. Warren, proses perubahan yang menunjukkan terjadinya metamorpose dari desa menjadi kota hanya dapat disimak
lewat adanya gejala yang disebut great
change.
Indikator dari adanya great change ini adalah:
1. Division of labor, yakni bila pada desa itu telah menunjukkan tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok kerja yang
berbeda-beda tetapi saling ada ketergantungan atau jalinan.
2. Munculnya diferensiasi kepentingan dan asosiasi.
3. Semakin bertambahnya hubungan yang sistemik
dengan masyarakat yang lebih luas.
4. Muncul dan berkembangnya fenomena birokratisasi dan impersonalisasi dalam kegiatan usaha;
5. Pengalihan fungsi-fungsi ke lembagaan bidang usaha yang menguntungkan.
6. Adanya proses penerapan gaya
hidup perkotaan.
7. Adanya proses perubahan nilai-nilai (Roland L. Warren, 1963: 54).
Yang sering diulas dalam berbagai pembahasan adalah konsep urbanasasi dalam artian pergeseran penduduk dari
desa ke kota. Urbanisasi dalam artian
ini banyak diulas berkaitan dengan kerugian-kerugian yang dialami desa
jika penduduknya bermigrasi ke kota. Desa akan kehilangan para penduduknya dan
itu menyebabkan desa semakin sulit berkembang. Disamping itu ada pula gejala
urbanisasi yang tidak permanen. Artinya, para migran tersebut tidak secara
permanen menetap di kota. Jika tidak ada peluang lagi
bekerja di kota, mereka akan kembali ke desa. Di desapun meski mereka lebih
merasakan sebagai seorang warga desa, namun selalu siap untuk bergerak ke kota
apabila menemukan peluang pekerjaan di kota.
b) Perubahan
Kultural
Perubahan
kultural (kebudayaan) adalah perubahan kebudayaan masyarakat desa dari pola
tradisional menjadi bersifat modern. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
kebudayaan desa yang awalnya bersifat tradisional mulai dari alat yang
digunakan, ideologi, pendidikan, sedikit demi sedikit menjadi berkembang ke
arah yang lebih modern.
Yang menjadi titik tolak utama pengertian pola kebudayaan tradisional adalah yang dikemukakan oleh Paul H. Landis an Everett M. Rogers. Seperti telah diuraikan dalam
bab tersebut, nurut Paul H. Landis
keberadaan pola kebudayaan tradisional tentukan oleh tiga faktor. Ketiga
faktor itu adalah:
1. Sejauh mana ketergantungan masyarakat terhadap alam,
2. Bagaimana
tingkat teknologi nya.
3. Bagaimana
sistem. produksinya.
Pola kebudayaan tradisional akan tetap eksis apabila masyarakat desa memiliki ketergantungan yang
sangat besar terhadap alam, namun dengan tingkat teknologi yang tinggi, dan produksi yang hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ini berarti bahwa apabila ketergantungan terhadap alam berkurang atau bahkan hilang, tingkat teknologinya tinggi, dan produksi ditujukan untuk mengejar keuntungan (profit orientecl), maka kebudayaan
tradisional menjadi kehilangan dasar eksistensinya Dan hal tersebut menunjukkan
perubahan cultural pada masyarakat desa yang sudah terlihat. Selain hal
tersebut meningkatnya teknologi pada masyarakat desa juga menunjukkan semakin
berubahnya kebudayaan di desa. Ynag awalnya menggunakan alat pertanian yang
sederhana, sekarang mulai maju dengan menggunakan teknologi-teknologi modern.
Hal ini tidak buruk karena dapat semakin memajukan desa kearah modern. Akan tetapi masih ada kendala dalam memajukan desa kea rah modern. Hal ini disebabkan karena cara hidup
modern menuntut biaya tinggi. Sebaliknya,
cara hidup tradisional adalah merupakan cara hidup yang relatif murah.
Oleh karena itu, sekalipun misalnya penduduk telah mendapatkan dan menyerap pengetahuan baru dan budaya modern, namun
pengaruhnya hanya sebatas sikap dan pandangan hidup saja. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan hidup modern karena masalah
struktural, yakni karena mereka termasuk golongan miskin yang rendah
tingkat keberdayaannya.
c) Perubahan
Struktural
Senada dengan uraian tentang perubahan kebudayaan di atas, bagian ini juga mencoba mengungkapkan perubahan struktur masyarakat desa yang menjadi semakin bersifat kompleks.
Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu
dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur adalah sifat fundamental bagi setiap
sistem. Identifikasi suatu struktur adalah suatu tugas
subjektif, karena tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan
bagian-bagiannya dan hubungan mereka. Karenanya,
identifikasi kognitif suatu struktur berorientasi tujuan dan
tergantung pada pengetahuan yang ada.
d) Perubahan
Lembaga dan Kelembagaan
Lembaga
adalah sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan dalam suatu masyarakat. Dalam
kaitan ini kelembagaan adalah sebagai wujud dari suatu tindakan bersama (Collective
action). Jadi jika suatu masyarakat menginginkan suatu kebutuhan baru dan
beragam maka secara otomatis lembaga lama akan tidak berfungsi lagi.
Seperti telah dijelaskan di atas, secara umum lembaga diartikan
sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Kelembagaan dalam kaftan ini adalah tindakan bersama (collective action) yang memiliki pola
atau tertib yang jelas dalam upaya
untuk mencapai tujuan atau kebutuhan tertentu. ini berarti bahwa kelembagaan yang ada dalam suatu
masyarakat eksistensinya ditentukan
oleh sifat dan ragam kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan demikian apabila dalam masyarakat muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang semakin meluas
dan beragam, maka lembaga-lembaga
lama menjadi kurang dapat berfungsi. Sebagai
konsekuensinya, lembaga-lembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan
kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. Munculnya lembaga-lembaga baru di desa-desa belum tentu rupakan tanggapan dari kebutuhan-kebutuhan baru
yang berkembang di tengah masyarakat
itu. Lembaga-lembaga baru dapat saja muncul
berdasarkan program-program pembangunan yang diadakan oleh Pemerintah. Sebagai contoh di Indonesia
terdapat seiurnfah mbaga baru seperti LSD/LKMD, BUD, KUD, LMD, BPD, dan bagainya. Badan-badan lain di luar Pemerintah juga
ikut menyumbang hadirnya lembaga-lembaga baru itu, seperti misalnya
berbagai lembaga dari berbagai LSM yang
bergerak di pedesaan.
e) Perubahan
dan Pembangunan dalam Bidang Pertanian
Perubahan
dan pembangunan di bidang pertanian tidak lepas dari perubahan yang ada di
dunia ini khususya dalam IPTEK dan teknologi yang menunjang peningkatan dalam
sektor pertanian.
2.3. Pembangunan
Masyarakat Desa
Pembangunan merupakan proses perubahan yang disengaja dan direncanakan. Di samping itu, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang dikehendaki. Istilah pembangunan umun juga dapat
dipadankan dengan istilah development sekalipun istilah development sebagai
pembangunan tanpa perencanaan.akan tetapi perkembangan masyarakat yang sering
disebut ruraldevelopment maka dapat pula disebut dengan moderanisasi. Sehingga
pembangunan dapat pula diartikan sebagai usaha yang dilakukan
secara sadar untuk nciptakan perubahan sosial melalui modernisasi.
Di negara-negara berkembang,
proses perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat,
termasuk masyarakat desa tidak terlepas dari campur tangan
Pemerintah. Dengan demikian jelas bahwa yang merencanakan dan merekayasa
perubahan adalah Negara. Campur tangan Negara ini dilakukan dengan tujuan
untuk mempercepat akselerasi
pembangunan agar bangsanya tidak tertinggal
dari dunia, Barat.
Bagaimana rumusan pengertian pembangunan nasional
kita? Diawali dengan penugasan Deppernas oleh Presider untuk merancangkan pola
masyarakat adil dan makmur sebagai mana dimaksudkan oleh Pembukaan UUD 1945, maka Undang-undang Nomor 85
Tahun 1958 menyiratkan pengertian
pembangunan nasional kita sebagai usaha
untuk mempertinggi tingkat kehidupan bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan pengubahan
struktur perekonomian yang ada menjadi
struktur perekonomian nasional. Rumusan semacam
ini ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang
Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional
Bagaimana
dengan pembangunan masyarakat desa? Pembangunan masyarakat desa termasuk ke
dalam pembangunan nasional. Secara lebih
khusus pembangunan masyarakat desa memiliki beberapa pengertian, antara
lain:
1. Menurut Pembangunan masyarakat desa berarti pembangunan masyarakat tradisional menjadi manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex
Inkeles, 1965)
2. Pembangunan masyarakat desa berarti pembangunan karena adanya masyarakat
dan rasa percaya pada diri sendiri (Mukerjee dalam Bhattacharyya, 1972).
3. Pembangunan pedesaan tidak lain dari pembangunan usaha tarsi atau (Mosher,
1974, Bertrand, 1958).
Di samping batasan-batasan tersebut, pembangunan desa di Indonesia memiliki arti: pembangunan nasional yang ditujukan pada usaha
peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan, yang menumbuhkan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembagian dan penciptaan
hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya.
BAB III
REVIEW JURNAL
Makalah ini
menggambarkan hasil penilaian terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat Desa Talise dan desa kontrolnya antara saat kegiatan proyek
pesisir dimulai tahun 1997/1998 dengan tahun 2000 yang merupakan tahun
pertengahan proyek.
Proyek Pesisir, bagian
dari Program Pengelolaan Sumberdaya Alam (NRM II,USAID BAPPENAS), sedang
mengembangkan model desentralisasi dan penguatan pengelolaan sumberdaya pesisir
yang berbasis-masyarakat di empat desa di Sulawesi Utara. Desa Talise
merupakan salah satu desa di antara keempat desa di Sulawesi Utara yang
dijadikan sebagai desa proyek pengembangan model desentralisasi dan penguatan
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berbasis-masyarakat tersebut.
Proses pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis-masyarakat yang dilakukan di
Desa Talise ini telah berlangsung selama lebih dari empat tahun. Kegiatan ini
difasilitasi dengan penempatan penyuluh lapangan di desa secara full time selama
lebih dari 2 tahun. Suatu tim teknis mendukung penyuluh lapangan dengan
kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan pemantauan terumbu karang
berbasis-masyarakat, studi teknis mengenai pemilihan isu-isu, pengukuran profil
pantai, dan penyusunan peraturan desa. Proyek Pesisir mengkoordinasikan
perencanaan berbasis masyarakat dan implementasi ini melalui suatu tim kerja
antar instansi dalam tingkat kabupaten, yang lebih dikenal dengan Tim Kerja
Kabupaten, kelompok inti untuk penyusunan rencana pengelolaan desa dan badan
pengelola.
Salah satu bagian
penting dari strategi proyek adalah melibatkan masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan proyek. Berdasarkan pengalaman dari pengelolaan sumber daya
pesisir berbasis masyarakat yang telah dilakukan sebelumnya di seluruh dunia
menunjukkan betapa pentingnya keterlibatan atau peran serta masyarakat dalam
setiap tahapan proses kegiatan. Perbedaan jenis kelamin merupakan bagian yang
penting dari strategi keperansertaan, khususnya keterlibatan anggota masyarakat
wanita dalam semua kegiatan proyek. Oleh karena itu dalam pelaksanaan proses
pembangunan dan pengelolaan di Desa Talise peran serta masyarakat berdasarkan
perbedaan jenis kelamin senantiasa menjadi suatu perhatian.
Untuk menilai
keefektifan kegiatan pengelolaan ini, Proyek Pesisir menentukan beberapa desa
kontrol. Maksudnya untuk menilai perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat desa-desa proyek dibandingkan dengan masyarakat desa-desa kontrol
yang tidak mendapatkan intervensi dari Proyek Pesisir.
Proyek penelitian ini
menggunakan metode wawancara dengan informan kunci, pengamatan langsung, karena
wawancara dengan informan merupakan kunci, pengamatan langsung, dan menyebarkan
kuesioner dengan metode acak berdasarkan letak tempat tinggal merupakan metode
yang digunakan dalam pengambilan data. Responden dipilih wanita dan pria untuk
menggali persepsi berdasarkan perbedaan jenis kelamin.
Dari hasil proyek telah
diperoleh hasil dan pembahasan yang dibagi menjadi empat sesuai dengan proyek penelitian.
1. Partisipasi, Pengetahuan dan Jenis Kelamin.
Gambaran mengenai
pengetahuan dan peran serta responden berdasarkan jenis kelamin terus mengalami
tingkat pengetahuan dan partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan proyek kecuali dalam hal peran serta dalam organisasi proyek.
Pengetahuan responden pria dan wanita menunjukkan keefektifan kegiatan
penyebaran informasi tentang kegiatan proyek yang telah dilakukan. Tidak
terdapat perbedaan antara pengetahuan pria dengan wanita, hal ini didukung
fakta yang menunjukkan 46 persen partisipan dari kegiatan-kegiatan proyek yang
formal (pertemuan-pertemuan, presentasi, dan pendidikan lingkungan hidup)
tercatat sebagai wanita. Sedangkan tingkat partisipasi wanita yang lebih rendah
dari pria dalam kegiatan-kegiatan proyek menunjukkan adanya pembedaan antara
pekerjaan pria dan wanita di masyarakat.
2. Perubahan Sosial Ekonomi.
Laju pertumbuhan
penduduk Talise rata-rata setiap tahunnya adalah 6,56 persen. Faktor migrasi
sepertinya cukup berperan dalam laju pertumbuhan penduduk Talise yang cukup
tinggi ini. Pada periode ini terdapat kerusuhan di Maluku dan terdapat beberapa
keluarga dari daerah tersebut yang mengungsi ke Desa Talise. Faktor lainnya
yang menyebabkan pertambahan ini adalah peristiwa kelahiran dan pernikahan.
Terdapat beberapa penduduk Desa Talise yang menikah dengan orang luar desa dan
kemudian menetap di Talise.
Kegiatan produktif
paling utama penduduk Desa Talise masih sama antara tahun 1997 dengan tahun
2000 yaitu di bidang perikanan dan jumlah rumah tangga yang mata pencaharian
utamanya dibidang perikanan ini mengalami peningkatan yang besar. Hal ini
menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap perikanan di Desa Talise
meningkat dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada sumberdaya perikanan.
Oleh karena itu, perlu perhatian yang lebih tinggi terhadap pemanfaatan
sumberdaya perikanan ini. Diharapkan pendirian DPL dapat membantu menyediakan
sumberdaya perikanan yang lestari di Desa Talise.
Hasil pengukuran
terhadap komponen MSL menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan kesejahteraan
ekonomi yang lebih baik di Desa Talise. Hal ini berarti proyek tidak
berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi di Desa Talise.
Mengacu pada kegiatankegiatan proyek yang telah dilakukan, memang sangat
sedikit kegiatan proyek yang berkenaan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat
Desa Talise sehingga tidak terdapat peningkatan kesejahteraan ekonomi yang
nyata.
3. Perubahan Persepsi Masyarakat Terhadap
Masalah dan Kualitas Hidup.
Anggapan responden di
Desa Talise dan desa kontrol mengenai keadaan rumah tangga mereka dibandingkan
lima tahun yang lalu dan kemungkinan lima tahun mendatang mengalami perubahan
yang nyata. Mereka merasa keadaan rumah tangga mereka lebih baik dibandingkan
lima tahun yang lalu dan akan lebih baik lagi untuk lima tahun kemudian. Pada
tahun 1998 termasuk tahun-tahun awal krisis ekonomi dan hal ini diduga
mempengaruhi persepsi responden di Desa Talise dan desa kontrol mengenai masa
depan mereka. Meskipun persentase persepsi “lebih baik”di Desa Talise lebih
tinggi dibandingkan dengan desa kontrol, namun perbedaan tersebut tidak nyata.
Hal ini berarti bahwa perubahan persepsi masyarakat di Desa Talise terhadap
kondisi rumah tangga
mereka tidak dapat dikatakan karena
pengaruh proyek.
Hal menarik yang kiranya
perlu dicermati dari alasan reponden mengenai perubahan persepsi untuk
kesejahteraan rumah tangga mereka adalah alasan akses pada sumberdaya. Di Desa
Talise alasan ini mengalami penurunan, baik peringkat alasan maupun jumlah
responden. Berbeda dengan yang terjadi di Desa Talise, untuk desa kontrol
alasan sumberdaya ini justru mengalami peningkatan, baik peringkat alasan
maupun jumlah responden. Walapun penurunan alasan akses pada sumberdaya di Desa
Talise kecil, namun kejadian ini kiranya dapat diduga karena ada hubungannya
dengan pengelolaan sumberdaya pesisir yang sedang dilakukan oleh masyarakat
Desa Talise.
Begitu pula untuk alasan
anggapan terhadap masalah hidup, alasan akses pada sumberdaya merupakan alasan
yang paling banyak dikemukakan pada tahun 1997. Pada tahun 2000 alasan tersebut
tidak muncul lagi. Persepsi masyarakat mengenai akses pada sumberdaya merupakan
hal yang sangat penting. Perubahan anggapan masyarakat mengenai hal tersebut
merupakan indicator bahwa kesepakatan yang telah dibuat antara masyarakat Desa Talise
dengan perusahaan budidaya mutiara telah berhasil. Masyarakat Talise dengan
pihak perusahaan, difasilitasi oleh Proyek Pesisir, telah menghasilkan sebuah
kesepakatan yang dikenal dengan “Deklarasi Talise”. Hasil kesepakatan ini salah
satunya adalah membolehkan masyarakat Talise untuk menangkap ikan di sekitar
atau di
dalam lokasi budidaya dengan syarat tidak
mengganggu atau merusak kegiatan budidaya. Kegiatan penangkapan ikan tersebut
sebelumnya dilarang. Bahkan bagi masyarakat yang melanggar dikenakan hukuman
oleh pihak perusahaan. Dengan adanya kesepakatan tersebut akses masyarakat
Talise terhadap sumberdaya menjadi lebih besar.
4. Perubahan Persepsi Pengaruh Kegiatan
Manusia Terhadap Sumberdaya Alam.
Pada bagian keyakinan
terhadap sumberdaya, penting untuk menentukan apakah kegiatan-kegiatan proyek
berpengaruh pada persepsi anggota masyarakat terhadap lingkungan pesisir atau
tidak. Hasil analisis menunjukkan bahwa proyek telah memiliki pengaruh yang
sangat positif dan nyata pada perubahan persepsi masyarakat di Desa Talise.
Pengetahuan masyarakat Desa Talise mengenai penggunaan bom dan akibat yang
ditimbulkannya juga mengalami peningkatan yang sangat nyata. Hal tersebut
merupakan pemahaman dan perilaku yang positif yang ditunjukkan masyarakat. Kegiatan-kegaiatan
proyek seperti pertemuan-pertemuan, pelatihan, presentasi, dan pendidikan
lingkungan hidup yang dilakukan di Desa Talise diduga berpengaruh banyak
terhadap perubahan persepsi ini.
Dari hasil penelitian
proyek diatas dapat ditarik kesimpulan bahwad di Desa Talise, kondisi
perekonomian masyarakat mengalami sedikit penurunan sedangkan persepsi mengenai
masa depan yang akan lebih baik meningkat secara signifikan. Persepsi
masyarakat mengenai pengaruh kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam juga meningkat
secara signifikan.
Hasil perbandingan
antara Desa Talise dengan desa kontrol, hanya aspek persepsi masyarakat
mengenai pengaruh kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam yang berbeda nyata.
Hasil ini menunjukkan bahwa proyek telah memiliki pengaruh yang sangat nyata
dalam merubah persepsi masyarakat Talise mengenai pengaruh-pengaruh kegiatan
manusia terhadap sumberdaya alam.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Definisi
Perubahan Sosial
Perubahan
sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungi suatu sistem
social. Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses social. Dengan kata
lain, perubahan-perubahan social merupakan gejala yang melekat di setiap
masyarakat dapat diketahui dengan membandingkan keadaan masyarakat pada suatu
waktu tertentu dengan keadaannya pada masa lampau.
Misalnya
dibeberapa masyarakat Indonesia pada umumnya pada masa lalu, suami merupakan
posisi yang sangat dominant dalam berbagai urusan yang sangat dominant dalam
berbagai urusan dalam kehidupan sebuah keluarga, sehingga apabila suami tidak
bekerja atau tidak mempunyai penghasilan, maka suatu keluarga secara ekonomi
akan lumpuh. Pada masyarakat modern sekarang ini suami tidak selalu merupakan
posisi yang menentukan jalanya keluarga.
Laju
kecepatan peruban tidak selalu sama antara satu masyarakat dengan masyarakat
lain. Misalnya antara masyarakat desa dengan masyarakat kota. Demikian juga
antara masyarakat yang terisolasi (terasing) dengan masyarakat terbukaatau
mempunyai hubungan dengan masyarakat lain.masyarakat terisolasi mempunyai laju
perubahan yang sangat lambat, sehingga sering disebut masyarakat statis.
Disebut masyarakat statis tentu saja bukan berarti tidak mengalami perubahan
sama sekali atau mengalami stagnasi (kemandegan), tetapi perubahan-perubahan
yang terjadi berlangsung dengan lambatnya sehingga hampir tidak menunjukan
gejala-gejala perubahan. Sedangkan masyarakat yang terbuka hubungannya dengan
masyarakat luas mengalami perubahan-perubahan yang berlangsung dengan cepat,
sehingga sering disebut masyarakat dinamis.
Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur
social yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain, perubahan-perubahan sosial
akan mengubah struktur dan fungsi dari unsur-unsur social dalam masyarakat.
Dengan demikian perubahan social dalam masyarakat mengandung pengertian
ketidaksesuaian diantara unsure-usur social yang saling berbeda dalam
masyarakat sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi
fungsinyabagi masyarakt yang bersangkutan.
Apa yang
dimaksud dengan perubahan social? Menurut prf. Selo Soemardjan, perubahan
social adalah perubahan-prubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya,
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilakunya di antar
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Kingsley
David memberikan difinisi perubahan social sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi pada struktur dan fungsi masyarakat. Dari definisi ini dapat ditegaskan
bahwa dalam perubahan social dan system sosialnya. Struktur social merupakan
bentuk jalinan di antara unsure-unsur social yang pokok dalam masyarakat, yang
menunjukan pada bentuk seluruh jaringan hubungan antarindiviu dalam masyarakat
dimana terjalin interaksi, interealism, dan komunikasi social. Sedangkan system
social menunjukan pada bagaimana hubungan antara unsure-unsur social dalam
masyarakat sehingga membentuk suatu kebulatan (totalitas) yang berfungsi.
Adapun Selo
Soemardjan mengartikan perubahan social sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nila-nilai, skap-sikap dan
pola-pola perilakunya di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Dari
beberapa pendapat para ahli tersebut dapat ditarik benang merahnya bahwa
perubahan social adalah:
1. Perubahan
pada segi structural masyaraka sepert pola-pola perilaku dan pola interaksi
antar anggota masyarakat.
2. Perubahan
pada segi cultural masyarakat seoerti nilai-nilai, sikap-sikap, serta
norma-norma social masyarakat.
3. Merupakan
perubahan diberbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual
sehingga ke tingkat dunia.
4. Merupakan
perubahan yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam suatu
system masyarakat.
Jika dibandingkan dengan perubahan
sosial pada desa Talise yang menjadi objek jurnal Desa talise tersebut sudah
mengalami perubahan sosial yaitu perubahan-perubahan yang menyangkut
aspek-aspek partisipasi, pengetahuan dan jenis kelamin, aspek-aspek perubahan
sosial ekonomi,aspek-aspek persepsi masyarakat terhadap masalah dan kualitas
hidup, dan perubahan persepsi pengaruh kegiatan masyarakat terhadap sumberdaya
alam.
4.1.1
Karakteristik Perubahan Sosial
Dengan
memahami definisi perubahan sosial dan budaya di atas, maka suatu perubahan
dikatakan sebagai perubahan sosial budayaapabila memiliki karakteristik sebagai
berikut. Pertama tidak ada masyarakat yang perkembangannya berhenti karena
setiapmasyarakat mengalami perubahan secara cepat ataupun lambat. Kedua
perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan akan diikuti perubahan pada
lembaga sosial yang ada. Ketiga perubahan yang berlangsung cepat biasanya akan
mengakibatkan kekacauan sementara karena orang akan berusaha untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan yang terjadi. Keempat perubahan tidak dapat dibatasi pada
bidang kebendaan atau spiritual saja karena keduanya saling berkaitan.
Maasyarakat desa Talise memang belum terlalu mengacu pada karakteristik
peubahan-perubahan tersebut, tetapi pada desa Talise sudah mulai dijumpai
perubahan kea rah moderanisasi meskipun tidak terlalu sempurna.
4.1.2 Sebab-sebab Perubahan Sosial
Menurut
Prof. Soerjono Soekamto ada dua penyebab terjadinya perubahan sosial yaitu
perubahan yang disebabkan oleh masyarakat itu sendiri (intern) dan dari
luar (ekstern). Dalam review jurnal, sebab-sebab perubahan sosial sama
halnya dengan pendapat Prof. Soerjono Soekamto. Ini dapat dilihat dari isi
review jurnal yang menjelaskan tentang penyebab perubahan sosial, seperti:
1. Sebab Intern
Merupakan sebab yang berasal dari
dalam masyarakat sendiri, antara lain:
· Dinamika
penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk di suatu desa.
Pertambahan penduduk akan menyebabkan perubahan pada tempat tinggal. Dimana
telah disebutkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Talise rata-rata adalah 6,56
persen. Faktor migrasi sepertinya cukup berperan dalam laju pertumbuhan
penduduk Talise yang cukup tinggi. Selain itu adanya faktor lain
yang menyebabkan pertambahan ini adalah peristiwa kelahiran dan pernikahan.
Terdapat penduduk Talise yang menikah dengan orang luar desa dan kemudian
menetap di desa Talise.
· Adanya
penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang bersifat
baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk
penemuan lama (invention). Pada desa Talise telah
dikembangkan model desentralisasi dan penguatan pengelolaan sumberdaya pesisir
yang berbasis-masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa desa Talise telah
mendapatkan penemuan-penemuan baru dibidang pengetahuan pengelolaan sumberdaya
pesisir yang berbasis-masyarakat.
· Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu
menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar. Masyarakat
Talise dengan pihak perusahaan, difasilitasi oleh Proyek Pesisir, telah
menghasilkan sebuah kesepakatan yang dikenal dengan “Deklarasi Talise”. Hasil
kesepakatan ini salah satunya adalah membolehkan masyarakat Talise untuk
menangkap ikan di sekitar atau didalam lokasi budidaya dengan syarat tidak
mengganggu atau merusak kegiatan budidaya. Kegiatan penangkapan ikan tersebut
sebelumnya dilarang. Bahkan bagi masyarakat yang melanggar dikenakan hukuman
oleh pihak perusahaan. Dengan adanya kesepakatan tersebut akses masyarakat
Talise terhadap sumberdaya menjadi lebih besar.
2. Sebab
Ekstern
Merupakan
sebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain:
· Adanya
peperangan.
Adanya kerusuhan di Maluku
menyebabkan beberapa keluarga dari daerah tersebut mengungsi di daerah Talise
dan lama-kelamaan keluarga tersebut menetap dan tinggal di desa Talise.
· Adanya
pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Bertemunya dua kebudayaan yang
berbeda akan menghasilkan perubahan. Di desa
Talise ada beberapa warga yang menikah dengan warga daerah lain. Hal ini
tentunya akan menyebabkan bertemunya dua kebudayaan yang berbeda. Sehingga
dapat muncul perubahan-perubahan sosial masyarakat desa Talise.
4.1.3 Bentuk-bentuk Perubahan
Sosial
Perubahan
adalah
sebuah kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan itu bisa berupa kemajuan
maupun kemunduran.
· Bila dilihat
dari sisi maju dan mundurnya, maka bentuk perubahan sosial dapat dibedakan
menjadi perubahan sebagai suatu kemajuan (progress) dan perubahan sebagai
kemunduran (regress).Pada desa Talise menunjukkan bahwa terjadi perubahan
sebagai suatu kemajuan (progress). Perubahan sebagai suatu kemajuan merupakan
perubahan yang memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat.
Hal ini tentu sangat diharapkan
karena kemajuan itu bisa memberikan keuntungan dan berbagai kemudahan pada
manusia. Perubahan kondisi masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi
yang masih sederhana, menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan
teknologi yang memberikan berbagai kemudahan merupakan sebuah perkembangan dan
pembangunan yang membawa kemajuan. Jadi, pembangunan dalam masyarakat merupakan
bentuk perubahan ke arah kemajuan (progress). Sesuai yang telah dijelaskan
dalam review jurnal yaitu kegiatan produktif paling utama penduduk desa Talise
masih sama antara tahun 1997, sedangkan pada tahun 2000 yaitu di bidang
perikanan dan jumlah rumah tangga yang mata pencaharian utamanya di bidang
perikanan ini mengalami peningkatan yang sangat besar.
· Jika dilihat
dari proses berlangsungnya, menurut Soerjono Soekamto perubahan dapat dibedakan
menjadi Evolusi dan Revolusi (perubahan lambat dan perubahan cepat). Pada desa
Talise, perubahan terjadinya secara lambat, sehingga dikatakan evolusi. Lebih
tepatnya lagi sesuai teori Soerjono Soekamto yaitu Unilinier Theories of
Evolution. Dimana teori ini menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami
perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana menjadi
kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna. Sebagaimana yang telah dijelaskan
bahwa laju perekonomian masyarakat desa Talise tiap tahunnya mengalami
peningkatan.
· Jika dilihat
dari ruang lingkupnya, perubahan sosial dibagi menjadi dua, yaitu perubahan
social yang berpengaruh besar dan perubahan sosial yang berpengaruh kecil. Pada
desa Talise perubahan sosial mengalami pengaruh yang besar. Perubahan besar
adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang membawa
pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh nyata yaitu
dampak dari jumlah penduduk yang semakin meningkat akibat banyaknya migrasi dan
dampak dari dijadikannya desa Talise sebagai desa proyek pengembangan model
desentralisasi dan penguatan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang
berbasis-masyarakat.
· Jika dilihat
dari keadaan nya, perubahan sosial dibagi menjadi dua yaitu, perubahan yang
Direncanakan dan Tidak Direncanakan. Pada desa Talise terjadi perubahan yang
direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan, yaitu:
1. Perubahan
yang dikehendaki atau direncanakan
Perubahan
yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah
diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak
melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of
change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial. Contoh pada desa Talise yaitu
menjadikan desa Talise sebagai desa proyek pengembangan model desentralisasi
dan penguatan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berbasis-masyarakat.
2. Perubahan
yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan
Perubahan
yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan
yang terjadi
di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan. Contoh nyata yaitu adanya kerusuhan
di Maluku yang menyebabkan beberapa keluarga mengungsi di desa Talise dan ada
pula imigran serta adanya kelahiran dan perkawinan beda daerah yang dapat
menyebabkan perubahan sosial.
4.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial
Budaya
Terjadinya
sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan
tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga
mendukung perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak
berjalan sesuai yang diharapkan. Pada desa Talise tentunya ada beberapa faktor
pendorong perubahan sosial dan faktor penghambat perubahan sosial,
faktor-faktor tersebut yaitu:
Ø Faktor
pendorong perubahan Sosial
Faktor pendorong merupakan alasan
yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada
sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:
v Terjadinya
kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
Bertemunya
budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun
berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya
asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya
perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.
v Sistem
pendidikan formal yang maju
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah
masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir
ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk
menilai apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu
sebuah perubahan atau tidak.
v Sikap
menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
Sebuah hasil
karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang
berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan
diri
v Toleransi
terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan
sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat
merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi
dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.
v Sistem
terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Open
stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal
atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak
lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya.
Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan
kemampuan dirinya.
v Penduduk
yang heterogen.
Masyarakat heterogen
dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi
pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian
merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat untuk
mencapai keselarasan sosial.
v Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
Rasa tidak
puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi
berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk
mengubahnya
v Orientasi ke
masa depan
Kondisi yang
senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan
perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat
masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan
baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
v Nilai bahwa
manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Usaha
merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak
terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini
merupakan faktor terjadinya perubahan.
Ø Faktor
penghambat perubahan
Banyak faktor yang menghambat sebuah
proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, ada delapan buah faktor yang
menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Kurangnya
hubungan dengan masyarakat lain.
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap
masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.
4. Adanya
kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat
(vestedinterest).
5. Rasa
takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan perubahan
pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.
6. Prasangka
terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
7.
Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat dan
kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.
4.2 Hubungan
aspek-aspek perubahan sosial pada masyarakat dengan jurnal penelitian perubahan
sosial masyarakat desa Talase sebelum dan sesudah adanya proyek.
Yang
dimaksud dengan aspek-aspek perubahan yaitu menyangkut tentang perubahan khusus
dalam masyarakat desa yang diperkirakan penting untuk memahami kehidupan
masyarakat desa. Hal ini dapat memperdalam pemahaman tentang dinamika kehidupan
desa. Aspek-aspek sosial pada masyarakat desa yang meliputi berbagai macam hal
yang menyebabkan perubahan sosial pada masyarakat desa. Aspek aspek itu
diantaranya adalah :
a) Urbanisasi
dan Perkembangan Masyarakat Desa
Urbanisasi, terlebih dalam artinya
sebagai proses pengotaan, adalah suatu bentuk khusus modernisasi. Dengan kata
lain, konsep modernisasi yang sangat luas cakupan pengertiannya itu mendapatkan
bentuknya yang khusus di pedesaan dalam konsep urbanisasi. Sebagaimana
diketahui urbanisasi adalah proses pengotaan (proses mengotanya suatu desa),
proporsi penduduk yang tinggal di desa dan di kota, dan perpindahan penduduk
dari desa ke kota (urbanward migration).
b) Perubahan
Kultural
Perubahan kultural (kebudayaan)
adalah perubahan kebudayaan masyarakat desa dari pola tradisional menjadi
bersifat modern. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kebudayaan desa yang
awalnya bersifat tradisional mulai dari alat yang digunakan, ideologi, pendidikan,
sedikit demi sedikit menjadi berkembang ke arah yang lebih modern.
c) Perubahan
Struktural
Struktur adalah
bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu dengan lain atau
bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur adalah sifat fundamental bagi setiap
sistem. Identifikasi suatu struktur adalah suatu tugas
subjektif, karena tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan
bagian-bagiannya dan hubungan mereka. Karenanya,
identifikasi kognitif suatu struktur berorientasi tujuan dan
tergantung pada pengetahuan yang ada.
d) Perubahan
Lembaga dan Kelembagaan
Lembaga adalah sebagai wahana untuk
memenuhi kebutuhan dalam suatu masyarakat. Dalam kaitan ini kelembagaan adalah
sebagai wujud dari suatu tindakan bersama (Collective action). Jadi jika
suatu masyarakat menginginkan suatu kebutuhan baru dan beragam maka secara
otomatis lembaga lama akan tidak berfungsi lagi.
e) Perubahan
dan Pembangunan dalam Bidang Pertanian
Perubahan dan pembangunan di bidang
pertanian tidak lepas dari perubahan yang ada di dunia ini khususya dalam IPTEK
dan teknologi yang menunjang peningkatan dalam sector pertanian.
Pada jurnal penelitian terhadap
perubahan pengetahuan dan perilaku masyarakat Desa Talise terhadap adanya
proyek Pesisir, yang merupakan bagian dari Program
Pengelolaan Sumberdaya Alam (NRM II,USAID BAPPENAS), tidak terlalu ditemukan
aspek-aspek perubahan sosial seperti yang ada literatur buku serjono soekamto.
Urbanisasi
dan Perkembangan Masyarakat Desa
Ditinjau
dari aspek urbanisasi, pada hasil penelitian terhadap masyarakt desa Talise
ditemukan kesesuaian aspek urbanisasi itu sendiri. Aspek urbanisaasi sendiri
yang memiliki arti sebagai proses pengotaan, adalah suatu bentuk khusus
modernisasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada desa Talise. Pada
masyarakat desa talise dewasa ini telah ditemukan banyak masyarakat yang
memiliki pengetahuan-pengetahuan maju dan cenderung modern. Hal ini disebabkan
oleh makin berkembang nya proyek-proyek pabrik yang banyak melibatkan warga
desa Talise sehingga banyak masyarakat nya yang semakin bnerpikiran maju. Pada
ddesa Talise tidak terdpat perbedaan pengetahuan antar pria dan wanita. Hal ini
saja sudah menunjukkan kemajuan terhadap masyarakat desa itu sendiri. Selain itu pada desa Talise telah banyak dijumpai perempuan-perempuan yang
bekerja dan mengikuti proyek. Hal ini juga menunjukkan pengotaan pada desa
Talise, klarena para perempuan di desa tidak lagi hanya bertugas di dapur
seperti halnya waniat desa pada umumnya. Hal ini menunjukkan adanya aspek urbanisasi pada desa
Talise.
Perubahan
Kultural
Aspek
perubahan kultural yang merupakan perubahan kebudayaan pada masyarakat desa,
Perubahan kultural (kebudayaan) adalah perubahan kebudayaan masyarakat desa
dari pola tradisional menjadi bersifat modern. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah kebudayaan desa yang awalnya bersifat tradisional mulai dari alat yang
digunakan, ideologi, pendidikan, sedikit demi sedikit menjadi berkembang ke
arah yang lebih modern.
Aspek perubahan ini telah ural pada desa Talise. Hal ini dapat dilihat dari
telah banyaknya wanita yang mengikuti berbagai kegiatan proyek, maupun
mengikuti bekerja dalam budidaya mutiara, atau juga dalam pengolahan perikanan.
Kebudayaan masyarakat pedesaan yang cenderung menyuruh wanita berdiam diri di
rumah, memasak, tidak perlu berpengetahuan tinggi, sirna sudah. Masyarakat desa
Talise sekarang ini semakin banyak menggunakan tenaga kerja baik priya ataupun
wanita. Sehinggan dapat diartikan bahwa sedikit demi sedikit desa Talise telah
mengalami perubahan kebudayaan.
Perubahan
Struktural
Aspek
Perubahan structural merupakan aspek yang merubah struktur-struktur pada sebuah
Desa. Gambaran tentang pola pemukiman masyarakat desa dalam Bab IV dalam garis
besarnya membedakan pola pemukiman mengelompok
(the farm village type) dengan pola pemukiman memencar (the pure and arranged isolated farm type). Yang pertama menjadi ciri pola pemukiman Asia umumnya dan yang ke dua menjadi ciri umum pola pemukiman Barat. Dalam kerangka perspektif evolusioner pemilahan ini bisa memberi kesan bahwa pola pemukiman mengelompok tersebut adalah pola pemukiman masyarakat desa tradisional, sedang pola pemukiman menyebar adalah pola pemukiman yang modern. lebih lanjut, kerangka pemikiran semacam ini juga akan mendorong pada kesimpulan bahwa dalam proses perkembangan yang terjadi. maka pola pemukiman mengelompok akan berubah, ke arah pola pemukiman memencar. Kesimpulan semacam ini tidaklah benar. Mengapa terjadi pola pemukiman yang bersifat mengelompok maupun memencar lebih tepat dijelaskan lewat determinan lainnya daripada dijelaskan berdasar tingkat kemajuan masyarakatnya. Setidaknya secara teoritis dapat dirumuskan bahwa untuk daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah, pemilikan tanah per petani luas dan tingkat kesuburan tanah yang rendah, akan cenderung menciptakan pola pemukiman menyebar (pola pemukim berjauhan satu sama lain). Sebaliknya, untuk daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi, pemilikan tanah per petani sempit, dan tingkat kesuburan tanahnya tinggi, akan cenderung menciptakan pola pemukiman mengelompok.
(the farm village type) dengan pola pemukiman memencar (the pure and arranged isolated farm type). Yang pertama menjadi ciri pola pemukiman Asia umumnya dan yang ke dua menjadi ciri umum pola pemukiman Barat. Dalam kerangka perspektif evolusioner pemilahan ini bisa memberi kesan bahwa pola pemukiman mengelompok tersebut adalah pola pemukiman masyarakat desa tradisional, sedang pola pemukiman menyebar adalah pola pemukiman yang modern. lebih lanjut, kerangka pemikiran semacam ini juga akan mendorong pada kesimpulan bahwa dalam proses perkembangan yang terjadi. maka pola pemukiman mengelompok akan berubah, ke arah pola pemukiman memencar. Kesimpulan semacam ini tidaklah benar. Mengapa terjadi pola pemukiman yang bersifat mengelompok maupun memencar lebih tepat dijelaskan lewat determinan lainnya daripada dijelaskan berdasar tingkat kemajuan masyarakatnya. Setidaknya secara teoritis dapat dirumuskan bahwa untuk daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah, pemilikan tanah per petani luas dan tingkat kesuburan tanah yang rendah, akan cenderung menciptakan pola pemukiman menyebar (pola pemukim berjauhan satu sama lain). Sebaliknya, untuk daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi, pemilikan tanah per petani sempit, dan tingkat kesuburan tanahnya tinggi, akan cenderung menciptakan pola pemukiman mengelompok.
Yang perlu mendapat perhatian adalah gejala semakin pecahnya desa sebagai suatu unit kesatuan komunitas kecil seiring dengan perkembangan
yang terjadi. Pola pemukiman mengelompok (the farm village type) hakekatnya merupakan gambaran desa pada tingkat isolasi yang masih tinggi. Dalam kondisi semacam
ini, pola pemukiman tersebut sangat
berpengaruh pada organisasi sosial masyarakatnya.
Sementara dalam proses perkembangan yang terjadi saat ini, tingkat keterisolasian semacam itu telah tidak dapat bertahan lagi. Hal ini disebabkan oleh semakin menyebar dan
meluasnya jaringan transportasi dan
komunikasi beserta beragai media massanya, di samping semakin
intensifnya sistem ekonomi kapitalisme yang bersifat
global.
Sejalan dengan perkembangan ini, maka desa tidak lagi sangat tergantung pada sektor pertanian. Desa semakin berubah menjadi bagian dari sistem sosial-ekonomis dari masyarakat yang lebih besar. Desa-desa di Indonesia, yang umumnya berpola
mengelompok (the farm village type), semula juga merupakan
suatu komunitas kecil yang padu secara sosial. Terlebih di luar Jawa
yang kebanyakan diperkuat oleh ikatan kekeluargaan, kehidupan sosialnya
menjadi sangat kuat. Oleh karena itu, dalam sifatnya yang demikian ini, desa-desa itu
menjadi basis dari unit pembangunan, dengan
tujuan agar mendapatkan tumpuan yang kuat dari masyarakat. Badan Usaha
Unit Desa (BUUD).
Bagaimana dan sejauh mana proses
perubahan berpengaruh terhadap struktur horisontal masyarakat desa? Sebagaimana
telah dikemukakan dalam Bab IV, kelompok yang sangat
penting dan rupakan komponen utama struktur horisontal
masyarakat desa alah keluarga, ketetanggaan
(neighborhood), dan komunitas (desa). Dari ke tiga kelompok itu keluarga adalah merupakan
kelompok yang keluarganya yang sangat besar
pengaruhnya terhadap dimensi struktur horisontal masyarakat desa. Untuk desa
yang masih sangat bersahaja, keluarga
dapat mengendalikan perilaku warga desa baik secara perorangan maupun kelompok.
Dari keputusan memilih pasangan hidup, penentuan saat dan upacara pernikahan, sampai masalah agama, kepercayaan, atau bahkan pandangan hidup, semuanya berada dalam pengendalian keluarga. Kekuasaan keluarga semacam ini, yang oleh D.
Sanderson disebut family control, merembes sampai ke tingkat tetanggaan dan komunitas. Artinya, baik
ketetanggaan maupun komunitas adalah
merupakan semacam “kepanjangan tangan” keluaryang memberikan kondisi bagi
terlaksananya proses pengendalian luarga
(family control). Dengan demikian ke tiga kelompok itu bukanlah kelompok-kelompok yang terdeferensiasi
sebagaimana laziimnya yang terdapat di kota-kota, melainkan saling
melengkapi satu sama lain. Terlebih untuk masyarakat desa yang grasinya didasarkan atas ikatan darah
(genealogic), pengaruh family control tersebut lebih kuat lagi.
Ditinjau
dari aspek perubahan structural, yang merupakan aspek-aspek peruabahan keadaan
desa ataupun perubahan pekerjaan masyarakat desa, jika dibandingkan dengan
rangkupan penelitian jurnal dapat dikataka hampir sama, atau sesuai. Karena
pada rangkuman jurnal ditemui bahwa pada desa Talise telah dijumpai semakin menyebar dan meluasnya jaringan transportasi dan komunikasi beserta
beragai media massanya, di samping semakin intensifnya sistem ekonomi
kapitalisme yang bersifat global. Sejalan
dengan perkembangan ini, desa Talise tidak lagi sangat tergantung pada sektor pertanian. Desa semakin berubah menjadi bagian dari sistem sosial-ekonomis dari
masyarakat yang lebih besar. Desa
talise, telah banyak mengikuti
berbagai macam pekerjaan yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pengertian
perubahan struktural yang terdapat pada tinajauan pustaka.
Perubahan Lembaga dan Kelembagaan
Perubahan
kelembagaan pada desa Talise mengalami perubahan pada tiap lembaganya. Hal ini
disamping adanya bantuan dari pemerintah juga akibat adanya proyek-proyek yang
dilakukan oleh para peneliti-peneliti demi kemajuan dan desa Talise itu
sendiri. Saat ini pengelompokan seperti
pengelompokan proyek telah juga membentuk lembaga lembaga lembaga modern. Hal
ini sesuai denagn buku Soerjono soekamto yang mengatakan bahwa perubahan
kelembagaan diantaranya adalah yang berkaitan
dengan pengaruh modernisasi. Sejalan dengan proses modernisasi yang sedang terjadi,
terjadi pula bahan atau pergantian dari
lembaga-lembaga lama yang bersifat tradisional
menjadi atau digantikan oleh lembaga-lembaga baru yang modern.
Perubahan
semacam ini bukan hanya menyangkut jenis atau lamanya, melainkan juga karakteristik yang terlekat padanya. Lembaga atau kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh
komunalisme masyarakat desa dan fungsi-fungsi yang membaur (diffused),
sedangkan lembaga atau kelembagaan baru
lebih bertumpu pada individualitas dan diferensiasi fungsi . Lembaga
atau kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh komunalisme masyarakat desa
dan fungsi-fungsi yang membaur , sedangkan lembaga
atau kelembagaan baru lebih bertumpu pada individualitas dan
diferensiasi fungsi . di sini pada desa Talise kelembagaannya hampir mengikut
dan menyesuaikan denag hal tersebut karena adanya proyek-proyek dari perkotaan
yang mengkibatkan masyarakat semakin berpikiran maju.
Sedangkan
aspek Perubahan dan pembangunan di bidang pada desa Talise tidak sesuai dengan
literatur buku. Hal ini disebabkan rata-rata pekerjaan pada masyarakat desa
talise cenderung pada bidang perikanan. Hal ini disebabkan letak desa talise
sendiri yang meruapakan daerah pesisir pantai. Sehingga pada aspek perubahan
dan pengembangan pertanian tida sesuai dengan ajaran pada buku atau literatur.
5.3 Pembahasan Pembangunan
Banyak
definisi mengenai arti pembangunan, salah satunya adalah proses perubahan
secara dimensional yang memuat peubahan-perubahan sosial, sikap-sikap masyarakat,
dan institusi-institusi sosial Todaro. Disisi lain pembangunan dapat juga
perubahan dari suatu kondisi nasional tertentu menuju kondisi nasional lain
yang lebih menyejahterakan (Saul M. Kant), dan dengan definisi tersebut dapat
kita mengartikan pembangunan sebagai proses transformasi yang lebih mengarah
pada tujuan yang lebih baik dan kemajuan atau perubahan sosial.
Dalam teori
pembangunan (grand theory of development) senantiasa memiliki muatan,
dalam hal ini kita akan menggunakan definisi dari Todaro (1999) bahwa pilar
pembangunan memiliki tiga inti : kecukupan, jati diri (self esteem), dan
kebebasan (freedom). Jika diterjemahkan lebih jauh, kecukupan memiliki
maksud bahwa terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mulai dari sandang, pangan,
papan, kesehatan, pendidikan. Jati diri jika dikaji lebih jauh memiliki makna
bahwa penemuan terhadap konsepsi diri dan bagaimana menggunakannya sebagai
doktrin dalam menjalani kehidupan (self orientation). Yang terakhir
adalah kebebasan atau kemampuan memilih, dan hal ini jika dijadikan sebagai
pandangan maka turunannya adalah pada terjewantahkannya hak-hak invidu pada
persoalan atau kondisi kebebasan politik, keamanan, kepastian akan hukum,
kemerdekaan beraspirasi atau berekspresi, tersalurkannya aspirasi secara
politik, dan terdapatnya persamaan akan kesempatan-kesempatan yang ada.
Otonomi
daerah (otoda) No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang dicetuskan
juga belum terimplementasikan pada semua segmen pada lapisan masyarakat,
mungkin ini pula yang menjadi kelemahan pembangunan bangsa secara umum, dan
pembangunan pedesaan secara khususnya. Mengapa demikian, dikarenakan
konsep-konsep tersebut terlalu mengawan-awan pada kebutuhan kepentingan semata
dan belum tersosialisasi dengan baik pada masyarakat dan masih banyaknya
birokrat belum mampu memaknai arti dan bagaimana mengimplemantasikannya, serta
instrumen apa yang mesti digunakan agar sasaran tercapai.
5.3.1
Bagaimana Membangun Desa
Pedesaan
adalah perangkat negara yang secara administratif paling kecil dan sederhana di
seluruh nusantara ini kita mengenal misalnya nagari di Sumatera Barat, Huta
di Sumatera Utara, kampung di Kalimantan Barat, kampong di
Sulawesi Selatan, Ngata di Sulawesi Tengah, serta desa di Jawa
dan Madura. Satuan-satuan sosial yang ada itu
terbentuk atas dasar ikatan teritorial, genealogis (keturunan) atau keduanya.
Demikian pula luas wilayah mereka beragam ada yang sangat luas ada pula yang
tidak.
Dilihat dari arti pembangunan,
pembangunan pada desa Talise ini cukup signifikan. Hail ini terlihat dari
perkembangan pengetahuan, partisipasi dan jenis kelamin, perubahan sosial
ekonomi, perubahan persepsi masyarakat terhadap masalah dan kualitas hidup,
serta mengenai perubahan persepsi pengaruh kegiatan manusia terhadap sumberdaya
alam.
1) Pengetahuan,
partisipasi dan jenis kelamin
Gambaran mengenai pengetahuan dan
peran serta responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel pengamatan,
perkembangan yang meningkat yaitu pengetahuan mengenai partisipasi dalam
penyusunan rencana pengolaan dan tahu proyek. Namun, pada keikutsertaan
masyarakat dalam organisasi proyek, cukup rendah. Sehingga pada desa ini
tingkat pembangunannya cukup berjalan lancar dalam kegiatan proyek namun lemah
dalam kegiatan keorganisasiannya. Hali ini dapat terjadi dikarenakan
tingkat pengetahuan tentang keorganisasian kurang. Selain itu, dapat disebabkan
karena tingkat sumber daya manusianya tidak dapat mengikuti perkembangan
khususnya di bidang keorganisasian.
2) Perubahan
sosial ekonomi
Pada segi
sosial ekonomi, desa Talise mengalami laju pertumbuhan ekonominya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di desa kontrolpada desa
Taslise ini kegiatan yang produktif yaitu dibidang perikanan dan pertanian
sedangkan di desa control kegiatan produktif tetap di bidang perikanan diikuti
bidang-bidang lainnya. Kebalikan dengan Desa Talise, persentase rumah tangga
yang mata pencaharian paling utamanya di bidang perikanan mengalami penurunan.
Karakteristik
rumah tangga secara fisik digunakan sebagai ukuran kesejahteraan sosial-ekonomi
masyarakat. Untuk melihat perubahan ekonomi yang terjadi pada tiap rumah
tangga, maka skala MSL (Material Style of Life) digunakan. Skala ini
menggunakan 28 karakteristik rumah tangga yang disurvei yang meliputi struktur
rumah tangga seperti jendela, dinding, atap; juga fasilitas rumah tangga
seperti air ledeng, WC dan listrik; dan perabotan rumah tangga seperti kompor,
televisi, lemari dan sebagainya. Tabel 4 memperlihatkan bahwa nilai-nilai MSL
menunjukkan sedikit perubahan di Desa Talise. Komponen rumah dan perabotan
mengalami peningkatan sedangkan komponen fasilitas dan struktur bangunan rumah
tangga mengalami penurunan. Sementara di desa kontrol, komponen rumah dan
perabotan meningkat secara nyata komponen fasilitas mengalami sedikit penurunan
dan komponen struktur bangunan rumah tangga mengalami sedikit peningkatan.
Lewat fasilitasi dari proyek Pesisir sebagian masyarakat Talise (220 KK) kini
telah memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Walaupun mereka baru mendapatkan sertifikat untuk tanah pekarangan namun
hal ini sangat membantu. Seperti terlihat pada Tabel 5, mereka sudah tidak
takut lagi membangun rumah, merasa senang dan tidak khawatir lagi, dan
lain-lainnya.
3) Perubahan persepsi masyarakat
terhadap masalah dan kualitas hidup
Di Talise,
terdapat peningkatan jumlah responden yang menyatakan bahwa keadaan rumah
tangga mereka lebih baik dibandingan lima tahun yang lalu. Pada tahun 1997
jumlah responden yang menyatakan hal tersebut sebesar 54 persen dan pada tahun
2000 meningkat menjadi 64 persen. Perubahan persepsi antara tahun 1997 dengan
tahun 2000 tersebut berbeda nyata Persepsi responden di desa-desa kontrol juga
mengalami peningkatan. Responden yang menyatakan mereka lebih baik pada tahun
1997 sebesar 20 persen dan tahun 2000 meningkat menjadi 54 persen. Alasan
ekonomi merupakan alasan pertama yang paling banyak dikemukakan responden,
dalam hal perubahan persepsi untuk kesejahteraan rumah tangga mereka, pada
tanggapan pertama tahun 1997. Alasan ekonomi ini mengalami
penurunan pada tahun 2000.
Namun demikian, alasan ekonomi ini tetap merupakan alasan yang paling
banyak dikemukakan responden. Alasan karena inflasi mengalami peningkatan yang
cukup besar. Alasan inflasi ini merupakan alasan kedua yang paling banyak
dikemukan responden Desa Talise pada tahun 2000. Tanggapan terhadap pertanyaan
mengenai anggapan responden menyangkut masalah hidup dapat dilihat pada table
pengamatan mengenaai anggapan terhadap masalah di alasan pertama dalam desa
Talise desa kontrol, responden yang menyatakan “Tidak ada masalah” mengalami
peningkatan yang besar. Di Desa Talise, alasan akses pada sumberdaya merupakan
alasan yang paling banyak dikemukakan pada tahun 1997 dan pada tahun 2000
alasan tersebut tidak ada lagi.
4) Perubahan persepsi pengaruh
kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam
Pada bagian keyakinan terhadap sumberdaya, penting untuk menentukan apakah
kegiatan-kegiatan proyek berpengaruh pada persepsi anggota masyarakat terhadap
lingkungan pesisir atau tidak. Hasil analisis menunjukkan bahwa proyek telah
memiliki pengaruh yang sangat positif dan nyata pada perubahan persepsi
masyarakat di Desa Talise. Pengetahuan masyarakat Desa Talise mengenai
penggunaan bom dan akibat yang ditimbulkannya juga mengalami peningkatan yang
sangat nyata. Hal tersebut merupakan pemahaman dan perilaku yang positif yang
ditunjukkan masyarakat. Kegiatan-kegaiatan proyek seperti pertemuan-pertemuan,
pelatihan, presentasi, dan pendidikan lingkungan hidup yang dilakukan di Desa
Talise diduga berpengaruh banyak terhadap perubahan persepsi ini.
Perusahaan budidaya mutiara merupakan salah satu lapangan kerja yang ada di
Desa Talise dan desa sekitarnya. Walaupun sudah terdapat Deklarasi Talise
(kesepakatan penyelesaian konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan)
tapi masih terdapat masyarakat yang menganggap perusahaan budidaya mutiara ini
merugikan. Masyarakat yang merasa dirugikan adalah para nelayan karena
kehadiran perusahaan di lingkungan mereka menyebabkan area penangkapan menjadi
terbatas.
Dalam mengelola lingkungan pedesaan ada beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian dalam mengeksplorasi. Komponen-komponen yang dapat menjadi alat
perhatian, bahwa komponen penting pedesaan adalah jenis pekerjaan, lingkungan
alam, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, heterogenitas dan homogenitas
penduduk, diferensiasi dan stratifikasi sosial, mobilitas sosial dan sistem
interaksi sosial.
Mengamati komponen yang pertama adalah jenis pekerjaan, rata-rata pekerjaan
yang digeluti masyarakat pedesaan adalah bertani, berkebun, dll, dengan
memanfaatkan sumber daya alam yang ada seperti hutan, air, dan lahan yang belum
terkelola. Pekerjaan mereka rata-rata secara fungsional dalam artian lahan
garapan berdekatan dengan rumah tinggal. Komponen desa yang kedua adalah hubungan
masyarakat dengan lingkungan alam sekitar dimana ai menetap atau bermukim,
sifat dari pekerjaan pertanian yang didominasi secara pelaku oleh penduduk desa
berada dalam ruang terbuka. Sedangkan komponen desa yang ketiga adalah besaran
ukuran komunitas, jika ditinjau dari besaran komunitas masyarakat pedesaan maka
besarannya tidak sepadat jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan, hal ini
dikarenakan sifat dasar dari sistem pertanian telah menghambat terciptanya
konsentrasi penduduk petani dalam komunitas besar dengan ribuan penduduk, dan
sifat fundamental lainnya rata-rata petani yang bermukim di pedesaan karena
keberadaan lahan mengharuskan petani berada secara permanen dekat lahan
pertaniannya.
Gambaran penduduk pedesaan juga sangatlah homogen hal ini dapat dimaklumi
dikarenakan mereka lahir dan dibesarkan di wilayah tersebut, adapun yang
menjadi titik homogenitas mereka pada wilayah pekerjaan, ras, pendidikan dan
gaya hidup (life style) dan ditopang kuat oleh sistem interaksi sosial
antara komunitas dengan komunitas kurang terjalin sehingga interaksi internal
semakin kuat dengan gambaran demikian maka diferensiasi sosial ditingkat
pedesaan sangat kurang aktual, dengan kondisi cenderung terkungkung demikian
maka mobilitas sosial dari masyarakat semakin mengarah pada alur urbanisasi
dengan pengharapan perubahan kehidupan yang lebih dan memberikan masalah
tersendiri bagi kehidupan perkotaan.
Selain yang
demikian diatas kemandirian lokal masyarakat pedesaan perlu pula menjadi
sorotan sebagai pilar membangun wilayah pedesaan. Dasar kemandirian lokal
seperti yang digambarkan mantan rektor Universitas Hasanuddin, Radi A Gany
bahwa kemandirian lokal dapat dijadikan kesimpulan subjek pembangunan yang
dapat mencakup orang perorangan, kelompok, daerah, dan kawasan dalam hal :
pengelolaan potensi dan sumber daya lokal, pemeliharaan akan kelestarian dan
fungsi kualitas lingkungan hidup, dan pengembangan kerjasama dengan subjek
pembangunan lainnya dalam suatu kesatuan masyarakat.
5.3.2
Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Solusi
Telah
dimaklumi bahwa pembangunan pedesaan telah sedikit mengalami kemajuan namun
masih banyak kendala yang menjadi hambatan dan masih perlu mendapat perhatian
guna pembenahan. Kendala-kendala tersebut antara lain a). Terbatasnya lapangan
pekerjaan diluar sektor pertanian, b). Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi,
baik secara sektoral maupun spasial, ataupun hubungan antara pedesaan dan kota,
c). Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di pedesaan, d). Rendahnya
kualitas sarana dan prasarana, serta pelayanan di wilayah pedesaan, e).
Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat, f). Lemahnya
koordinasi antar bidang dalam pembangunan pedesaan.
Hakikat
pembangunan masyarakat adalah pembangunan dari bawah (bottom-up), dalam
artian membangun dengan menjadikan masyarakat yang dominan masyarakat petani
dengan berbasis pada pedesaan. Banyak instrumen yang dapat dijadikan jembatan
dalam mencapai pembangunan masyarakat pedesaan antara lain, kesamaan sinergi
konsep antara Lembaga Swadaya Masyarakat dengan lembaga pemerintah. Disatu sisi
terjadi pengawasan atas kondisi yang terjadi pada masyarakat pedesaan dan
disisi lain terdapat monitoring yang dilakukan pemerintah yang memiliki
keterbatasan dalam sumber daya dan dalam menjangkau wilayah-wilayah pedesaan.
Perlu
dilirik bahwa sebenarnya masyarakat pedesaan terkadang bukan modal berupa dana
segar atau bantuan hibah yang mereka perlukan akan tetapi bagaimana menemukan
dan menumbuhkan semangat hidup. Dengan perpaduan elemen Lembaga non Government
dan sinergi dengan pemerintah diharapakan akan menjadi pemicu pembangunan,
karena pilar-pilar tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pada pembangunan masyarakat pedesaan memadukan pertumbuhan dan pemerataan guna
mencapai kesejahteraan dan tercapainya konsep atas bottom-up, dalam
artian pemberdayaan yang kita pahami bersama adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pemberdayaan juga meliputi penguatan
individu sebagai anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranata yang ada di
dalam masyarakat dan demikian pula dengan institusi-institusi sosial yang
dimiliki masyarakat pedesaan. Tapi perlu menjadi catatan bahwasanya
pemeberdayaan masyarakat pedesaan bukan menjadi sebuah ketergantungan pada
berbagai program akan tetapi menjadi kemandirian atas diri masyarakat,
memampukan, dan membagun kemampuan untuk memajukan diri menuju kehidupan yang
lebih baik, bermartabat dan tentunya memiliki jati dirinya sendiri sebagai
doktrin membenahi hidup.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil
makalah ini dapat ditarik kesimpulan yaitu perubahan sosial dapat disimpulkan
bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian diantara unsur-unsur yang saling berbeda yang ada dalam
kehidupan sosial sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi
fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.
Selain itu
kesimpulan yang dapat penulis temukan dari makalah ini adalah setiap masyarakat
senantiasa berada dalam proses sosial, dengan kata lain perubahan-perubahan
sosial merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat dapat diketahui
dengan membandingkan keadaan masyarakat pada suatu waktu tertentu dengan
keadaannya pada masa lampau.
Tidak ada
satu pun perubahan sosial yang tidak membawa pengaruh bagi masyarakat.
Perubahan sosial akan membawa pengaruh positif bagi kehidupan masyarakatnya,
tetapi juga berdampak negatif. Dampak atau akibat dari perubahan sosial yaitu
semakin kompleksnya alat dan perlengkapan dalam memnuhi kebutuhan hidup,majunya
teknologi diberbagaibidang kehidupan, industri berkembang maju, tercipta
stabilitas politik,meningkatkan tarap hidup masyarakat, dan sebagainya.
5.2 Saran
Dari pembahasan mengenai perubahan sosial ini, kami
menyarankan agar masyarakat desa mampu mengenali karakteristik desanya agar
mampu mengikuti perubahan sosial tanpa mengubah struktur desa tersebut.
Sehingga unsur dari desa tersebut tidak hilang dan masih mampu mempertahankan
aspek-aspek yang ada dalam desa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Soekamto,Soerdjono.2007.Sosiologi Suatu
Pengantar.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar